Kejagung Tetapkan Tiga Tersangka Perintangan Kasus Timah, Gula

Berita55 views

Kejagung Tetapkan Tiga Tersangka Perintangan Kasus Timah, Gula Jakarta, 22 April 2025 – Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali membuat gebrakan besar. Kali ini, institusi penegak hukum tersebut menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan perintangan proses hukum terkait kasus korupsi di sektor timah, gula, dan ekspor crude palm oil (CPO). Ketiga tersangka disebut terlibat dalam upaya sistematis menggagalkan proses penegakan hukum melalui tekanan publik dan manipulasi informasi.

Kejagung Tiga Tersangka Resmi Ditetapkan, Siapa Mereka?

Kejagung Dari Advokat hingga Media

Berdasarkan keterangan resmi yang disampaikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), ketiga tersangka yang kini tengah diperiksa intensif oleh penyidik adalah:

  • Marcella Santoso (MS) – seorang advokat
  • Junaedi Saibih (JS) – dosen salah satu perguruan tinggi hukum
  • Tian Bahtiar (TB) – Direktur Pemberitaan salah satu media swasta nasional

Ketiganya dijerat karena diduga melakukan obstruction of justice, yaitu tindakan menghalangi, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan dalam tiga kasus besar yang tengah menjadi sorotan publik.

Kronologi Perkara: Modus Terstruktur Perintangan Hukum

Tersangka Dibagi dalam Tiga Tim dengan Tugas Khusus

Penyidik Kejagung mengungkap bahwa ketiga tersangka tidak bergerak sendiri, melainkan bekerja dalam pola kerja yang sistematis dan terbagi dalam tiga kelompok besar:

1. Tim Yuridis

Bertugas menangani jalur hukum formal—melakukan pembelaan terhadap korporasi dan individu yang tengah diproses dalam kasus-kasus timah, gula, dan ekspor CPO.

2. Tim Non-Yuridis

Mereka bertugas menggunakan pendekatan di luar proses hukum resmi, termasuk melakukan lobi-lobi, tekanan melalui institusi, bahkan pendekatan ke dalam struktur penegak hukum.

3. Tim Social Engineering

Kelompok ini bertugas menciptakan opini publik yang menyudutkan Kejagung. Mereka membuat dan menyebarkan konten di media sosial, mengadakan podcast, talk show, hingga demonstrasi yang menggiring narasi negatif terhadap penegakan hukum.

Peran Media dalam Perkara: Direktur Pemberitaan Jadi Sorotan

Bayaran Ratusan Juta untuk Sebarkan Narasi Distorsi

Tersangka Tian Bahtiar disebut menerima dana sebesar Rp478,5 juta guna mempublikasikan narasi negatif yang menyerang institusi Kejagung dan memperlemah kepercayaan publik terhadap proses penyidikan.

Kegiatan itu dilakukan dengan cara:

  • Menerbitkan artikel tendensius
  • Menyisipkan opini yang mendiskreditkan Jampidsus
  • Menyebarkan informasi tidak berimbang melalui berbagai kanal media

Latar Belakang: Kejagung Menghubungkan Tiga Kasus Raksasa

Timah, Gula, dan Ekspor CPO dalam Satu Pola

Ketiga kasus yang dihalangi proses hukumnya ini bukan perkara kecil. Berikut rinciannya:

  • Kasus Timah: Dugaan korupsi dalam tata kelola pertambangan timah di Bangka Belitung.
  • Kasus Gula: Dugaan suap dalam mekanisme izin impor komoditas gula.
  • Kasus Ekspor CPO: Dugaan gratifikasi dan suap yang melibatkan beberapa petinggi korporasi raksasa, termasuk PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan Permata Hijau Group.

Upaya perintangan hukum diduga dilakukan untuk meringankan atau menggugurkan proses pidana terhadap para tersangka utama dalam tiga perkara tersebut.

Langkah Hukum: Proses Penahanan dan Pasal yang Dikenakan

Kejagung Ancaman Hukuman Berat Menanti

Ketiga tersangka dikenakan Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui melalui UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 KUHP.

  • Marcella Santoso dan Junaedi Saibih resmi ditahan di Rutan Kejagung.
  • Tian Bahtiar masih menjalani proses pemeriksaan lanjutan karena sebelumnya juga terjerat kasus dugaan suap di ranah yang sama.

Ancaman hukumannya tidak main-main: hingga 12 tahun penjara, serta pidana denda dan pencabutan hak-hak tertentu.

Serangan Balik terhadap Penegakan Hukum

Penetapan tiga tersangka ini menandai betapa kuatnya arus balik dalam pemberantasan korupsi. Tidak hanya pelaku utama yang harus ditindak, tetapi juga aktor-aktor yang berupaya menggagalkan keadilan lewat cara-cara manipulatif.

Kejagung menunjukkan bahwa era “obstruction of justice” tak akan lagi dibiarkan tumbuh di Indonesia. Masyarakat pun diimbau untuk terus mengawal proses hukum agar tetap transparan, adil, dan bebas dari intervensi.